Mangunan - Hutan Pinus - Jembatan Kuning
Hari ini sudah memasuki bulan kedua
di tahun 2016. Apa saja yang sudah saya lakukan sepanjang satu bulan yang lalu?
Belum ada. Bukan prestasi banget. Saya jadi mulai kepikiran kata orang-orang
(iya, bukan temen-temen) kalau saya kebanyakan main, lupa sama kuliah. Sebenarnya
setelah dipikir-pikir, nggak salah-salah juga sih orang-orang itu bilang
seperti itu. Mungkin bagi mereka, sekilas melihat keseharian saya, atau melalui
foto-foto yang diunggah di beberapa media sosial memang mungkin isinya jalan-jalan
aja. Yah, itu kan kata orang kan ya. Tapi saya mulai menanggapi dan memikirkan
perkataan itu. Apa iya? Kalau mau jujur sih, saya juga mau cepet-cepet lulus,
cepet-cepet nggak kuliah lagi, nggak usah keluar uang lagi, lha wong saya nya
juga udah jenuh sama kuliah, makanya kuliahnya belepotan banget. Pembelaan. Curhat
dikit sebelum posting jalan-jalan lainnya :p
Awal bulan Februari ini, saya dan
komplotan cantik diajak oleh bung Ekki ke Mangunan, tilik sunrise setelah
sehari sebelumnya saya dan si bung gagal ke Dieng. Mahahahhak yaiyalah gila aja
mau motoran malem-malem Jogja – Dieng -_-
Peserta awal trip singkat bin
dadakan ini pada mulanya ada 9 orang, namun satu-persatu mulai gugur hingga
menyisakan lima orang sahaja, empat orang mbak-mbak dan seorang mas (yang mbak)
Ekki. Destinasi pertama adalah kebun buah Mangunan di daerah Imogiri. Selain
dikenal sebagai kebun buah (yang nggak ada buahnya), tempat ini juga menarik
khalayak dengan suguhan pemandangan sunrisenya yang epik. Kabut yang
berkelok-kelok laksana sungai membentang seolah mengajak para penikmatnya untuk
terjun dan berenang di dalamnya. Tolong jangan ya, sukur-sukur kalau langsung
babay, kalau malah patah tulang kombo gegar otak gimana? Kan repot -_-
*btw, saking ribetnya pak bos minta difotoin, sampai nggak ada foto pemandangan "sungai kabut" di kamera doi -_-
Puncak Mangunan sekarang sudah
dikelola Instagram-able menurut saya.
Sudah disediakan beberapa gardu pandang di atas pohon untuk menikmati panorama
dari tempat yang epik, juga disediakan kursi memanjang (kayak kursi di halte
bus gitu) untuk memandang panorama di kejauhan.
Destinasi kedua adalaha Goa Gajah,
mulanya. Namun, pada akhirnya mas supir berbelok dan lebih memilih ke hutan
pinus. Hari itu saya menjadi anak gaul, betapa campur aduk rasanya.. -_-
Pertama dan terakhir ke hutan pinus, dulu pas SMA kelas tiga. Belum ada
fasilitas apa-apa, parker aja masih sembarangan di pinggir jalan, hehehe..
Sekarang fasilitas parker ada, warung ada, kamar mandi ada, sudah ditata
sedemikian hingga untuk memenuhi kebutuhan dan permintaan kaum muda akan tempat
wisata yang ke-folk-an.
Seperti trip-trip saya lainnya
dengan bos Ekki, doi ngajak saya c uma buat modus aja, suruh jadi tukang foto
tak berbayar. Unpaid labor kalo kata Glo
mah. Dan emang gitu, sampai mbak-mbak komplotan aja kalah ngehits!
Destinasi selanjutnya adalah
jembatan kuning. Setelah cukup lama berfoto di hutan pinus karena cahayanya pas
banget buat foto (enak, adem jadi soft gitu gambarnya), kita terlena..
Skip skip kita udah sampai di
jembatan kuning. Mbak-mbak udah pada bergaduh minta makan, sarapan! Tapi mas
supir masih bersikukuh belum mau makan kalau jalan-jalannya belum tuntas. -_-“
bikin gregetan emang!
Adegan foto-foto di jembatan hanya
didominasi oleh mas supir. Mbak-mbaknya? Pada tepar, lebih milih boboan di
bawah pohon. Ini yang cewek yang mana sih? Selesai mas supir foto-foto, kita
akhirnya makan juga! Puji Tuhan Semesta Raya!!!!
Mangut lele Bu Is.
Entah kenapa saya nggak terlalu
bereselera. Porsinya oke. Begitu pesan, yang disajikan langsung serombongan
layaknya rumah makan padang. Cuma ini sebagai makanan pendamping sih, jadi
mirip kayak penyajian makanan Korea kali ya? Ada ketimun sepiring, rebusan
tauge, daun papaya, kenikir, sama bumbu gudangan. Well!
Setelah kenyang makan, kita pulang.
Waktu menunjukkan pukul setengah satu siang kalau nggak salah. Jam tiga sore
bos Ekki pulang Bogor. Hati-hati bos! Ditunggu tanggal 14 ya!
Curhat lagi boleh ya?
Apalah hamba ini, diajak
jalan-jalan Cuma buat jadi tukang foto. Padahal hasilnya juga nggak oke-oke
amat sih, tapi ya mau gimana lagi. Seneng juga bisa motret temen-temen sendiri,
apalagi kalau mereka emang asik dan seneng dipotret, jadi gampang mengarahkan
dan tinggal atur dikit, jadi deh. Kebiasaan terlalu sering motret orang lain
juga yang bikin foto diri menjadi sedikit, dan tak ayal kalimat “tukang foto kalau motret orang lain bagus,
begitu minta dipotretin hasilnya burem” dikit banyak bener uga. Kalau saya
sih jadinya malah males difoto. Soalnya udah tahu kapasitas diri dan badan
enggak fotogenik, atau belum tentu orang lain bisa ngambil gambar yang baik dan
benar. Maapin yee.. :p Alhasil, jadinya malah kadang lebih suka selfie nggak jelas sendiri. Itupun bukan
dengan gaya yang oke-oke amat. Hmm..
Yak, segitu dulu curhatan jalan-jalan (awal bulan) kali ini. Sampai berjumpa kembali dengan saya dan komplotan yang lain!
Jangan lupa jalan! Jangan buang sampah sembarangan!
Komentar
Posting Komentar